1. Selalu bersikap dan berfikir dalam positive thinking dan optimis dalam kerja
2. Menjalin kerjasama yang baik dengan rekan kerja lainnya
3. Bersikaplah “dewasa” dengan mengakui kesalahan jika hal itu memang kesalahan dari kita tanpa menyalahkan pihak/orang lain.
4. Pahami aturan-aturan tertulis maupun tak tertulis dalam perusahaan kita bekerja, sebelum berkompetisi mencapai target karir tertentu
5. Kembangkan terus sikap bertoleransi dan saling menghormati rekan kerja.
6. Meskipun ada perbedaan dengan rekan kerja, tetap hargai mereka meskipun hal itu merupakan kelemahan dan kekuatan mereka.
7. Ciptakan suasana dan kondisi yang rapi didalam tempat kerja agar bisa lebih konsentrasi
8. Buatlah prioritas dalam setiap tindakan/proses
9. Jangan pernah ragu-ragu didalam membantu rekan kerja ketika mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas
10. Jangan pernah iri/dengki hati ketika rekan kerja meraih kesuksesan tetapi jadikan sebagai pemicu untuk lebih berusaha dalam mencapai sukses
11. Disiplin, seperti pada point ke delapan, rencana dan pengaturan waktu sesuai yang di jadualkan
12. Ketika mengalami kegagalan, intropeksi diri dan selalu optimis untuk mencapai kesuksesan dimasa depan.
Mari raih kesuksesan itu dari sekarang.
Pacaran = Percobaan Tindak Pidana
Perzinahan
Posted on August 10, 2011 by Situs islam:
www.almanhaj.or.id , www.alsofwah.or.id , www.muslim.or.id
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang
berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera dan
janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalan hukum
Alloh, jika kamu beriman kepada Alloh dan hari akhir, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang
beriman” (QS.An-Nuur:2)
Tidak di kampus, tidak di kantor, tidak di
pertokoan, tidak di bus, tidak di kereta api, lebih-lebih di tempat-tempat
hiburan dengan mudah kita akan temukan dua sejoli yang belum terikat tali
pernikahan asyik berduaan, bergandengan tangan bahkan berpelukan mesra. Kadang
kita menjadi kikuk karenanya. Mau ditegur jadi ribut. Tidak ditegur merusak
pandangan. Akibatnya perjalanan kita menjadi tidak nyaman.
Itulah pacaran. Salah satu budaya sekaligus
gaya hidup kaum muda Indonesia. Dengan alasan penjajakan pra nikah, berbagai
carapun dilakukannya.
Yang penting katanya “Tidak MBA (Married By
Accident”. Meskipun realitas membuktikan tidak sedikit para remaja yang hamil
sebelum nikah. Dan telah melakukan hubungan badan sesama lawan jenisnya.
Sehubungan dengan itu, mari kita kaji
masalah ini dalam tinjauan hukum positif Indonesia. Pada saat yang sama kita
juga perlu membandingkannya dengan hukum Islam, sebagai referensi dan pedoman
tertingggi bagi kehidupan kaum muslimin. Sehingga dengan ini, kita sebagai kaum
muslimin dapat menentukan sikap berkaitan dengan masalah pacaran ini. Baik
terhadap diri kita, saudara kita, anak kita, tetangga kita atau teman dan
kolega kita.
Dalam Hukum Positif
Dalam KUHP Indonesia, kita tidak temukan
istilah pacaran. Namun bukan berarti masalah ini tidak diatur dalam KUHP.
Karena dalam Bab XIV diatur masalah kejahatan terhadap kesopanan. Khususnya
pasal 281 yang menyatakan bahwa barang siapa yang sengaja merusak kesopanan
dimuka umum diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan
bulan. Yang dimaksud dengan merusak kesopanan ini, R. Susilo dalam bukunya
“Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya” antara lain yaitu
mencium lawan jenis dsb. Dan sebagainya disini bisa berarti pula berpelukan
tergantung kebijakan hakim dalam memtuskan masalah ini. Tergantung pula dengan
adat istiadat dan kebiasaan yang berlaku pada sebuah masyarakat.
Yang perlu digarisbawahi tindakan ini harus
dilakukan di depan umum. Diantaranya yaitu di terminal, stasiun, tempat
perbelanjaan, gedung bioskop, kampus dan perkantoran. Dan harus dilakukan
dengan sengaja. Yang dibuktikan dengan tindakan saling berpelukan atau
berciuman di depan umum. Sedangkan bagi mereka yang melakukan diluar tempat
umum tidak dapat dikenakan delik ini. Karena unsur di tempat umum tidak
terpenuhi.
Dari ketentuan itu sebenarnya cukup jelas
bahwa pacaran yang dibarengi dengan pelukan atau berciuman di depan umum dapat
dianggap sebagai kejahatan yang diancam dengan penjara 2 tahun 8 bulan
Masalahnya adalah karena terjadinya
pergeseran budaya, sehingga tindakan semacam itu sepertinya telah menjadi
kebiasaan dan dianggap wajar oleh sebagian besar orang tua, pendidik dan aparat
penegak hukum lainnya. Ini menunjukkan bahwa tingkat kesopanan bangsa Indonesia
telah menurun. Demikian halnya rasa malu yang dimiliki bangsa ini. Padahal
Rasulullah menyatakan Al Hayaau minal iiman (malu adalah sebagian dari iman).
Lalu dimana letak keimanan kita jika membiarkan anak-anak kita melakukan hal
itu ???.
Menurut Hukum Islam
Sebelum kita berbicara masalah pacaran
dalam tinjauan hukum Islam kita perlu lebih dahulu memahami maslah hudud,
qishash dan ta’zir. Yang dimaksud dengan hudud adalah ketentuan – ketentuan
pidana yang telah diatur secara tegas dan jelas termasuk jenis hukumannya dalam
Alqur’an atau sunnah Nabi dan yang merupakan hak prerogratif Allah Swt. Semisal
mencuri, menyamun, berzina, dan memfitnah.
Sedangkan qishash adalah pembalasan
setimpal sehubungan dengan pembunuhan atau penganiayaan dimana hak menentukan
hukumannya diserahkan kepada korban atau ahli waris korban. Apakah ingin
membalas yang setimpal, membayar denda atau memaafkan pelakunya.
Adapun ta’zir adalah ketentuan yang diatur
oleh penguasa atau hakim selain dari kedua hal diatas (hudud dan qishash).
Fungsinya yaitu untuk mengisi kekosongan hukum. Semisal masalah percobaan
pembunuhan atau percobaan pencurian atau percobaan perzinahan yang tidak diatur
dalam syariat Islam. Disini penguasa atau hakim diberikan wewenang untuk
menentukan besarnya hukuman yang harus diterima oleh pelaku tindak pidana.
Kembali ke masalah pacaran, penulis juga
cukup terkejut ketika membaca buku “Al Ahkam Al Sulthaniyyah” halaman 459 karya
Imam Al Mawardi. Ternyata dalam hukum Islam pacaran dimasukkan sebagai salah
satu bentuk percobaan tindak pidana perzinahan. Dimana hukumannya ditentukan
oleh ta’zir penguasa atau hakim.
Menurut beliau pacaran yang dibarengi
dengan ngobrol berduaan dalam satu kamar / rumah maka dikenakan hukuman cambuk
sebanyak tiga puluh kali (30). Jika berduaan dan berpelukan tanpa pakaian namun
belum sampai bersetubuh dikenakan hukuman cambuk sebanyak enam puluh (60) kali.
Jika ngobrol dijalanan maka dikenakan dua puluh (20) cambukan. Jika saling
mengikuti dengan saling memberikan isyarat maka dikenakan hukuman cambuk
sebanyak sepuluh (10) kali.
Hal itu selaras dengan ayat ayat 32 surat
Al Israa’ yang artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina
itu adalah satu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk”.
Disini cukup jelas bahwa yang dilarang
bukan hanya zina, bahkan segala sesuatu yang dapat menghantarkan seseorang
jatuh kepada perbuatan zina. Satu diantaranya adalah pacaran. Karena pacaran
akan menghantarkan pada zina hati, penglihatan, pendengaran dan tangan.
Karena itu dalam ayat yang lain Allah
menyuruh kita untuk menundukkan pandangan (ghadhul bashar). Firman Allah
artinya :
“Katakanlah kepada laki-laki beriman “ hendaklah
mereka menundukkan / menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya …”(An Nuur
: 30).
Jalan Keluar
Masalah yang timbul sekarang adalah
bagaimana dengan anak-anak, teman atau saudara kita yang saat ini pacaran.
Haruskah kita cambuk sesuai hukum Islam ?. Tentu saja tidak semudah itu, karena
hukum pidana Islam belum diformalkan di negeri kita. Jalan keluar yang paling
mungkin yaitu dengan cara mensegerakan mereka menikah. Kalau mereka masih
sekolah atau kuliyah bisa dengan cara nikah gantung sebagaimana terjadi dalam
hukum adat masyarakat jawa. Yaitu menikahkan secara resmi tapi belum boleh
berkumpul dalam satu rumah dan melakukan hubungan suami istri.
Hal itu juga pernah dicontohkan Rasulullah
ketika menikahi ‘Aisyah, karena saat itu Aisyah belum menginjak baligh. Dan
Rasulullah baru berkumpul dalam satu rumah setelah ‘Aisyah dewasa atau baligh.
Model nikah semacam inilah yang seharusnya kita populerkan. Sehingga pacarannya
menjadi resmi, karena dilakukan setelah ijab kabul. Sehingga ketika sang suami
yang nikah gantung apel pada malam minggu akan merasa tenang dan nyaman. Tidak
takut ditangkap hansip apalagi dicambuk hingga puluhan kali.
Lalu bagaimana dengan yang belum pacaran
dan belum menikah. Jalan keluarnya yaitu dengan cara mencari istri lewat orang
tua, ustadz atau teman. Apabila sudah cocok setelah melakukan penyelidikan
terhadap sang calon segera saja dilamar dan dinikahi. Hal ini pernah
dicontohkan oleh orang tua kita. Meskipun mereka tidak berpacaran toh anaknya
banyak dan perkawinannya kekal hingga akhir hayat. Ini sangat berbeda dengan
para artis dan anak muda sekarang, meskipun berpacaran cukup lama, tapi toh
tingkat perceraiannya cukup tinggi.
Model pernikahan semacam itu juga sudah
mulai dipraktekkan oleh para aktivis dakwah kampus dan anak-anak tarbiyyah
Islamiyyah. Dan alhamdulillah menurut pengamatan penulis perjalanan rumah
tangga mereka berjalan dengan baik, aman dan nyaman.
Jika anda masih ragu-ragu jangan
segan-segan bacalah buku “Indahnya Pernikahan Dini” atau buku “Berpacaran Dalam
Islam”. Mudah-mudahan dengan itu budaya pacaran lambat laun akan hilang dari
kehidupan masyarakat Indonesia yang mengaku religius ini. Wallahu ‘alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar