‘
Loh emang merokok ada untungnya ya? Siapa bilang nggak ada. Kalo nggak
ada untungnya, nggak mungkin rokok dipertahankan sampe sekarang, baik
oleh perokoknya, pabriknya atau bahkan oleh pemerintah. Saya kebetulan
iseng nanya ke salah seorang teman, “kenapa sih merokok?”, teman saya
tersebut menjawab “iya, iseng aja ngikutin ‘tradisi’ yang udah ada, kalo
rokok identik dengan cowok”. Ada juga
teman lain yang menjawab begini “kasihan pabrik rokok yang udah bikin
rokok, kalo nggak ada yang beli atau merokok”. Kira-kira begitu alasan
mereka.
Maka kalo bicara keuntungan rokok, pastinya bukan dari
bendanya. Tapi putaran uang yang melingkupinya. Mulai dari lahan
tembakau hingga pabrik pengolahannya. Apalagi produsen rokok paling
getol mensponsori event olahraga yang banyak diminati pemirsa. Otomatis
banyak pihak yang kebagian untungnya. Termasuk cukai tembakau yang
berlimpah bagi pemerintah. Makanya wajar kalo di dalam negara ke-4
konsumsi rokok terbesar di dunia yang diatur dengan kapitalisme ini,
penguasa modal dinomorsatuka dan tentunya rokok tetap akan
dipertahankan. Dan itu terbukti! Jumlah batang rokok yang dihisap oleh
masyarakat Indonesia cenderung meningkat dari 182 milyar batang pada
2001 (Tobacco Atlas 2002) menjadi 260,8 milyar batang pada tahun 2009
(Tobacco Atlas 2012). Tuh kan!
Trus soal kerugian rokok gimana?
Yah, kalo kerugian rokok sih mulut aktivis anti rokok udah pada item
bin berbusa membeberkan bahaya rokok dari sisi kesehatan. Banyak poster
yang dengan sangat jelas menggambarkan zat-zat berbahaya yang terkandung
dalam rokok. Padahal bukan cuman perokok aktif yang bakal kena batunya,
mereka yang tanpa sengaja ngisep asap rokok juga kena getahnya. Egois
bin sadis kalo ngerokok seenaknya sementara banyak balita dan anak-anak
disekitarnya. Bayangin sendiri kalo anaknya yang kena musibah penyakit
lantaran jadi perokok pasif. Emang enak?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar