Minggu, 07 Desember 2014

Wawancara Pengemis "Sang Patriot Tanpa Tahta"

PATRIOT TANPA TAHTA

Solo, LPM News- Di tengah era globalisasi sistem peradaban manusia indonesia semakin mengalami ketimpangan dan kesenjangan sosial dan budaya akibat gempuran budaya lain. Ketimpangan dan kesenjangan tersebut tidak hanya melanda kota besar semisal jakarta, kota kecil seperti solo pun terkena dampaknya. Salah satu ketimpangan tersebut adalah masalah perekonomian. Semakin lebarnya jarak antara si kaya dan si miskin merupakan salah satu contoh paling real untuk membuktikan ketimpangan dan kesenjangan tersebut. Sosok-sosok yang seharusnya disejahterakan UUD “mensejahterakan kepentingan umum” semisal masyarakat miskin kota, faktanya malah dipelihara secara institusional dan kultural. Salah satu sosok yang menjadi korban pengabaian kesejahteraan tersebut adalah Ibu Ambarwati.
                Seiiring waktu yang berjalan, tentunya adalah hal yang biasa bagi ibu ambarwati yang dalam kesehariannya ini berikhtiar mencari nafkah demi menopang kebutuhannya untuk bertahan hidup. Seorang  ibu yang dengan gigihnya membawa bungkusan barang yang diikat dipunggungnya tersebut telah berusia 40th dan berprofesi sebagai pengemis dan buruh cuci gosok dilingkungan rumahnya. Dengan bergelut melawan waktu, polusi, terik matahari bliau rela melakukannya demi  mencari sesuap nasi untuk keluarganya.
ibu yang memiliki suami yang berprofesi sebagi tukang serok ikan ini dalam kesehariannya hanya cukup menghasilkan tiga puluh ribu saja dalam sehari, sedangkan kesehariannya kepada istri dan ketiga anaknya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar